Permasalahan dan Solusi dalam Budidaya Akuaponik

 

(Sumber: Somerville et al., 2014)

Pada saat kita berkebun pasti akan menemukan segala permasalahan yang terjadi. Nah, sama halnya dengan budidaya akuaponik. Dalam budidaya akuaponik juga dapat ditemukan permasalahan atau kendala yang sering terjadi dan menjadi tantangan bagi kita untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Lalu, apa saja sih permasalahan yang sering terjadi dalam budidaya akuaponik? Dan bagaimana solusinya?. Daripada penasaran terus, yuk kita bahas bersama pada artikel kali ini!!

Beberapa permasalahan yang sering terjadi ketika menerapkan budidaya akuaponik dan solusinya, yaitu:

1. Memilih Sistem Akuaponik

Akuaponik merupakan gabungan antara perikanan dan hidroponik yang memberikan pilihan sistem dan teknik yang baik, dari yang paling sederhana hingga yang paling sulit. Berikut beberapa sistem akuaponik:

· Sistem Rakit Apung

Sistem rakit apung termasuk sistem akuaponik yang sederhana, yaitu hanya membutuhkan gabus yang berisi netpot dan tanaman, kemudian diletakkan diatas air kolam ikan. Namun, kendalanya adalah tanaman dan ikan akan berebut oksigen sehingga keduanya kurang maksimal dalam pertumbuhannya. Selain itu juga terdapat jenis ikan tertentu yang juga memakan akar tanaman. Sehingga, dalam pemilihan jenis tanaman dan jenis ikan harus diperhatikan.

· Sistem Pasang Surut

Model media bed atau dikenal sistem pasang surut sangat popular dan direkomendasikan sebagai model akuaponik skala kecil, khususnya untuk pemula yang pengetahuannya masih terbatas mengenai akuaponik. Sistem pasang surut ini memiliki kelemahan yaitu, sangat sulit untuk dikembangkan skala besar karena memerlukan struktur yang kuat dan media tanam dalam jumlah relatif banyak, adanya resiko penyumbatan pada media, serta tingginya laju evaporasi. Namun, sistem ini sangat sederhana, efisien tempat, dan biaya pembuatan relatif murah. Dalam sistem ini, hanya memerlukan 3 elemen dasar yaitu: kolam ikan, media bed, dan fertigasi. Air dari kolam ikan yang kaya dengan ammonia langsung disalurkan ke wadah yang berisi media bed, dimana di dalam wadah tersebut juga terdapat tanaman tertentu. Teknik fertigasi menggunakan teknik pasang surut memakai siphon bell.

· Sistem DFT/NFT

Model NFT biasanya digunakan dalam pengembangan akuaponik secara komersial. Pengaturan sistem dengan cara vertikal sangat sesuai untuk dikembangkan di perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan. Kelemahannya adalah tingkat kompleksitas cukup tinggi terutama terkait dengan sistem filtrasi, relatif lebih mahal dari media bed, serta terbatas untuk tanaman sayuran daun yang secara morfologi relatif kecil. Sistem ini membutuhkan 3 elemen yaitu: kolam ikan, tangki filter, dan instalasi DFT/NFT.

· Sistem Tetes

Sistem ini memungkinkan kita untuk mengangkat air kolam langsung ke media tanam yang juga berfungsi sebagai filter. Namun, masalah yang terjadi adalah lubang fertigasi yang tersumbat kotoran dari kolam ikan. Sehingga, membutuhkan ketelatenan untuk melakukan pengecekan setiap hari untuk memastikan fertigasi berjalan secara normal.

2. Media Tanam Akuaponik

Media tanam dalam akuaponik memiliki peran vital dimana berhubungan dengan hidup dan matinya tanaman dan ikan. Media tanam dalam akuaponik juga berfungsi sebagai filter ammonia, dimana media tanam tersebut akan mengubah amonia menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Ketika kita memilih media tanam untuk akuaponik, hal yang harus diperhatikan ialah mencari media tanam yang paling terjangkau. Beberapa orang mengatakan bahwa media batu apung merupakan media yang paling ideal karena memiliki banyak rongga dan permukaan yang kasar sebagai tempat yang paling baik untuk pertumbuhan bakteri pengurai ammonia. Bila memungkinkan, silahkan menggunakan media batu apung.

Namun, jika tidak memungkinkan bisa menggunakan media tanam yang lebih terjangkau seperti batu split yang dijual toko material disekitar. Namun, media batu split memiliki sifat berbobot yang artinya grow bed harus kuat/kokoh. Pada budidaya akuaponik sebaiknya menggunakan media tanam yang ringan agar mudah melakukan pembongkaran ketika siphon bell tersumbat dan agar mudah ketika harus melakukan pencucian media tanam. Kedalaman ideal untuk media tanam akuaponik yaitu 30 cm dari dasar sampai ke permukaan.

3. Fertigasi Tersumbat

Seringkali terjadi masalah fertigasi tersumbat. Hal tersebut sangat wajar karena mengingat air dari kolam ikan memiliki banyak kotoran ikan dan sisa pakan. Solusinya yaitu kita harus memiliki ketelatenan dalam merawat, memperhatikan dan melakukan kontrol secara berkala untuk memastikan sistem fertigasi berjalan dengan baik.

4. Tanaman Akuaponik yang Kerdil dan Kurang Nutrisi

Tanaman kerdil atau disebut defisiensi yaitu terjadi karena kekurangan unsur hara. Solusi pertama yaitu dapat dilakukan dengan mengatur pH air kolam pemeliharaan ikan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatur pH pada kolam pemeliharaan ikan, yaitu dengan menambahkan bahan-bahan yang bersifat basa kuat, seperti kalium dan kalsium hidroksida (KOH/(Ca(OH)2 ), atau sumber basa lemah seperti kalium karbonat atau kalsium karbonat (K2CO3 atau CaCO3 ). Selain itu, peningkatan pH dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan sumber basa yang lebih murah, seperti tepung kulit telur, kulit kerang, dan kapur. Selain itu, defisiensi hara tanaman dalam budidaya akuaponik, khususnya unsur hara mikro juga dapat diatasi dengan menambahkan ekstrak hasil fermentasi kompos atau disebut compost tea, baik melalui aplikasi di media tanam maupun melalui penyemprotan pada tanaman.

Kurangnya nutrisi yang belum memenuhi standar kebutuhan unsur hara tanaman juga menjadi kendala yang paling umum dihadapi. Solusinya, bisa menambahkan pupuk kimia berupa NPK. Namun, cara ini tidak sesuai dengan Good Agriculture Practice dan tidak sesuai dengan tujuan akuaponik yang menghasilkan pangan organik tanpa bahan kimia. Solusi yang kedua yaitu, membuat nutrisi yang bersifat organik. Hal tersebut sudah banyak dilakukan oleh beberapa petani, dan solusi yang ketiga, yaitu menambah populasi ikan, memberikan pakan yang cukup dan menempatkan instalasi akuaponik di tempat yang terdapat cahaya matahari.

5. Biaya Akuaponik yang Relatif Mahal

Biaya budidaya akuaponik menjadi mahal karena harga pakan ikan yang relatif mahal. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengandalkan pakan alami, yaitu pakan buatan sendiri. Sehingga, ketergantungan terhadap pakan ikan pabrik bisa dikurangi.

6. Ikan yang Mati Secara Massal

Peristiwa matinya ikan secara massal di kolam biasanya terjadi pada kolam ikan yang kecil dimana terbuat dari drum/terpal. Hal tersebut dikarenakan populasi ikan yang padat dan filter ammonia tidak bekerja dengan baik. Sehingga, ikan keracunan ammonia. Solusinya, memeriksa filter apakah berjalan dengan baik atau tidak, sehingga populasi ikan yang padat tidak menjadi masalah dan kematian ikan secara massal pun tidak akan terjadi.

Referensi:

http://www.urbanhidroponik.com/2016/08/kendala-akuaponik-dan-solusinya-untuk-pemula.html diakses pada tanggal 24 Agustus 2020.

Sastro, Y. 2015. Akuaponik: Budidaya Tanaman Terintegrasi Dengan Ikan, Permasalahan Keharaan dan Strategi Mengatasinya. Buletin Pertanian Perkotaan, Vol 5 (1): 33–42.

Somerville, C., M. Cohen, E. Pantanella, A. Stankus, and A. Lovatelli. 2014. Smallscale Aquaponics Food Production: Integrated Fish and Plant Farming. Rome: FAO.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akuaponik: Apa itu Siklus Nitrogen Dan Bakteri Starter?

STRATEGI PEMASARAN STP PADA PRODUK BUDIDAYA AKUAPONIK

[BISquad TEAM PAMIT]